Tidak adil. Benar-benar tidak adil.
Kenapa kita manusia diberi batas waktu yang sempit sekali? Digonggongi ribuan gambar ini dan itu, hanya dalam waktu bagai seperempat kedipan mata saja. Kalau tidak sampai, aduh betapa mengerikannya pandangan mereka. Aneh. Tidak adil. Titik mula kita semua berbeda, tapi kenapa kita semua dipukul rata sama?
Harus mulai bergantung dan mengakar, padahal di saat yang sama harus membuat cabang tinggi sampai ke luar angkasa, kita bahkan nggak tahu harus mulai dari mana.
Aku benci ulang tahun. Rasanya seperti hitung mundur menuju kehancuran. Menuju sebuah batas waktu di mana bukan kita yang tentukan. Kenapa bukan kita yang tentukan? Kenapa kita diikat oleh aturan dan batas kewajaran, tanpa seizin kita sebelumnya?
Mereka bilang aku hampir menuju batas waktunya. Aku dikejar, diburu seantero kota yang membawa besi tajam dengan obor membara-bara sebagai penerangan. Seakan aku sebentar lagi mati saja. Ini, itu. Ada daftar temu. Padahal aku bahkan masih sendirian. Buta. Luntang-lantung. Kadang berlari sampai mau menabrak mobil di depan. Kadang berjalan pelan sekali seakan tidak punya tujuan. Kadang tersaruk saruk merangkak seperti tidak punya nyawa lagi. Aku bahkan nggak tau apa yang aku lakukan.
Kenapa?
Kenapa?
Kenapa?
Kenapa?
Padahal aku masih tetap hidup dan bernapas saja sudah luar biasa. Kenapa mereka bisa melihatnya? Kenapa aku tidak? Aku sudah berlari compang-camping, dihancur-leburkan luar biasa mengerikan. KAU juga paham, kan? KAU juga sudah lihat, kan? Lantas harus bagaimana lagi? Aku harus bagaimana lagi?
Isi kepalaku mulai ribut, kalang-kabut. Banyak sekali jenis suara, entah punya siapa saja. Berisik. Berisik sekali. Pusing. Rasanya seperti dunia berputar-putar, mau mati.